Mia Taksaka | MataMata.com
Direktur Eksekutif HIPPG, Widya Leksmanawati Habibie dan Peserta FGD. (ist)

Pop.matamata.com - Baru-baru ini viral soal keluhan masyarakat Indonesia yang mempersoalkan tiket pesawat di dalam negeri mahal sehingga mendesak pemerintah untuk segera menangani masalah tersebut.

Terlebih sebagai negara kepulauan, konektivitas merupakan hal yang sangat krusial bagi Indonesia.

Keterhubungan antar pulau yang semakin baik, diyakini akan meningkatkan kualitas hidup
dari masyarakat Indonesia.

Baca Juga:
Sexy Goath Tuding Anji Selingkuh dengan Istrinya, Umbar Bukti Tiket Pesawat dan Lingerie

Transportasi udara merupakan salah satu moda transportasi yang saat ini menjadi pilihan masyarakat di Indonesia karena lebih cepat dan efektif untuk memfasilitasi perpindahan orang dari satu tempat ke tempat lainnya.

Direktur Eksekutif Habibie Institute for Public Policy and Governance (HIPPG), Widya
Leksmanawati Habibie juga menyampaikan kerap kali terdengar keluhan masyarakat mengenai
tingginya harga tiket pesawat di Indonesia.

Direktur Eksekutif HIPPG, Widya Leksmanawati Habibie dan Peserta FGD. (ist)

Hal inilah yang mendorong HIPPG menyelenggarakan focus group discussion untuk memahami persoalan tingginya harga tiket transportasi Indonesia pada Kamis, 12 September 2024.

Baca Juga:
Fuji Dihujat gegara Disangka Pamer Salat di Pesawat, Padahal Faktanya Begini

"Saya merasa turut prihatin dengan masalah mahalnya tiket pesawat ini, ke luar negeri harga tiket lebih murah dibandingkan di dalam negeri, harga tiket pesawat ke Papua itu mahal banget," kata Widya
Leksmanawati Habibie, Sabtu (14/9/2024).

Sekretaris Jenderal INACA, Budi Sutanto pada sesi diskusi juga menyampaikan bahwa
terminologi "mahal" harus dipahami secara definisi yang sesuai KBBI dan disesuaikan
dengan standar yang berlaku.

Konteks mahal terjadi ketika suatu barang dijual dengan tarif yang berada di atas tarif batas atas.

Baca Juga:
Awkarin Beberkan Momen Ngeri Bangunkan Anak dan Mantu Presiden di Pesawat: Pada Takut-takut Bangunin Cawapres

Sementara struktur harga tiket sangat dipengaruhi berbagai faktor.

Menurut Elli Setyowati, Kasubdit Pembinaan Pengusahaan dan Tarif Angkutan Udara, Kementerian Perhubungan mengatakan di Indonesia, harga tiket juga dipengaruhi oleh pengenaan beberapa jenis pajak berbeda dengan struktur harga tiket di beberapa negara ASEAN.

FGD ini dihadiri oleh para pemangku kepentingan transportasi udara antara lain Presiden Direktur Lion Air, Head of Indonesia Affairs and Policy Air Asia Indonesia, VP Aviasi Fuel Business Pertamina Patra Niaga, pakar transportasi udara dan para pemangku kepentingan lainnya sehingga diskusi berlangsung dengan hangat.

Dari diskusi tersebut diperoleh kesimpulan bahwa harga tiket transportasi di udara tidak hanya dipengaruhi oleh harga avtur, yang juga sudah dibebani oleh sejumlah pungutan terhadapnya, tetapi juga oleh faktor lainnya.

Sejumlah komponen perpajakan seperti PPN terhadap harga Avtur dan PPN dalam pembelian tiket juga menjadi beban masyarakat pada harga tiket pesawat.

 

Direktur Eksekutif HIPPG, Widya Leksmanawati Habibie dan Peserta FGD. (ist)

Faktor lain adalah Passanger Service Charge (PSC) yang dipungut oleh pengelola bandara dengan harga yang relatif tinggi, terutama jika dibandingkan dengan pungutan yang sama yang dilakukan oleh pengelola bandara di sejumlah negara ASEAN.

Tambahan pula bea masuk yang tinggi untuk sparepart pesawat juga berkontribusi pada tingginya harga tiket yang dibebankan kepada konsumen.

Sejumlah peraturan perundangan juga dianggap menjadi penyebab tidak efisiennya pengelolaan penerbangan seperti perhitungan harga tiket yang didasarkan hanya pada jarak terbang dan tidak memasukan perhitungan waktu terbang.

Selain itu, sistem navigasi di bandar udara juga memiliki pengaruh terhadap biaya operasional penerbangan.

Direktur Eksekutif HIPPG, Widya Leksmanawati Habibie dan Peserta FGD. (ist)

Data yang dikemukakan oleh Sekjend INACA menunjukan bahwa berbagai pungutan yang dilakukan oleh Pemerintah dapat mencapai 30 persen dari harga tiket yang dibebankan kepada masyarakat.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengelolaan bisnis penerbangan di Indonesia masih sarat dengan ekonomi biaya tinggi yang ditimbulkan oleh berbagai kebijakan pemerintah sendiri.

Pemerintah juga belum memiliki program pembangunan jangka panjang terkait industri penerbangan di Indonesia.

Perlu dirumuskan sebuah rencana jangka panjang dan kebijakan berdasarkan data (evidence based policy) yang didukung oleh Kementerian, Organisasi Industri Penerbangan dan pihak-pihak terkait lainnya untuk menjadikan industri penerbangan sebagai proyek strategis nasional.

Direktur Eksekutif HIPPG, Widya Leksmanawati Habibie dan Peserta FGD. (ist)

Selain itu, diperlukan strategi komunikasi publik yang baik untuk menyampaikan kebijakan mengenai harga tiket transportasi udara di Indonesia agar masyarakat memiliki pemahaman yang komprehensif mengenai harga tiket pesawat dan tidak terpengaruh oleh opini-opini yang tidak berdasarkan data.

Sebagai tindak lanjut dari FGD ini, HIPPG akan menyampaikan rekomendasi hasil FGD kepada Pemerintah sebagai pemangku kebijakan untuk dapat melakukan review terhadap berbagai kebijakan yang terkait dengan harga tiket transportasi udara di Indonesia untuk membuat transportasi udara menjadi lebih efisien dan harga tiketnya dapat lebih terjangkau bagi masyarakat Indonesia secara lebih luas.

Dengan terjangkaunya harga tiket pesawat, hal tersebut akan mendukung sektor pariwisata, ekonomi, industri dan bidang lainnya untuk kemajuan Indonesia.